Senin, 25 Januari 2010

"SMS" Dari Umar Bin Khattab!!

"SMS" Dari Umar Bin Khattab!!
*( Renungan Indah bagi yang sudah & ingin berkeluarga )
   oleh : abdul mutaqin


SMS dari isterinya pagi itu membuatnya gundah, kecewa dan marah. Meskipun singkat, tetapi kekuatan kalimatnya melahirkan makna menggunung. Isinya menusuk ke jantung dan pilihan katanya tajam. Hatinya membatin. Sebuah ”sarapan pagi” yang lain dari biasanya.

Tak ada teh hangat atau susu dan roti. Tak ada salam dan kecupan sayang sebelum berangkat. Dan tak ada senyuman mengiringi keberangkatan kerjanya. Sarapan pagi yang tanpa gizi fikirnya.

Bulan-bulan terakhir di akhir tahun 2009 dirasakannya sebagai masa yang penuh konflik batin. Intensitas beragamanya diakui hampir menyentuh titik terendah. Dalam sebulan, hampir ada satu atau dua shalat wajib yang bolong. Tahajjudnya menjadi begitu langka, kecuali Dhuha yang tetap rutin didirikan. Disadarinya belakangan bahwa ia begitu lalai merajut tali kasih dengan Rabbnya. Batinnya merasakan kehampaan dan hilang kelezatan dalam beribadah.

Kebugaran fisiknya juga sering kacau. Dalam sebulan satu atau dua kali harus ke dokter. Begitu juga dengan buah hatinya. Hingga dirasakan ongkos berobat menjadi tidak karuan dan di luar perkiraan.

Ada sesuatu yang hilang dari harapannya. Harapan yang dibangun sejak sebelum berumah tangga. Ada banyak sisi-sisi kelemahan dirinya yang belum dapat terisi oleh kehadiran isteri dan anak-anaknya. Sehingga ia sering bertanya, bagaimana memulai membangun harapan itu lagi?

Meskipun begitu, selalu saja hatinya menyalahkan dirinya sendiri. Bukan isteri dan bukan pula anak-anaknya. Sebuah kesadaran yang menurutnya lebih bijak, bahwa menyalahkan orang lain hanya akan semakin membuat mata tertutup atas kelemahan diri sendiri.


Tapi SMS itu seperti petir yang menyambar daun telinganya. Kesadarannya dibangunkan terlalu keras sehingga telinganya pekak dan hatinya terperanjat. Sejujurnya diakui bahwa pesan itu tidak seluruhnya salah. Tetapi, hatinya membatin apakah wanita yang dinikahi sepuluh tahun lalu itu sudah begitu sempurnanya mendampingi dirinya? Ada titik bening di sudut matanya mengulangi SMS itu dibaca.

Mulailah hatinya terpancing. Diambilnya pensil dan kertas kosong. Dituangkannya kejelekkan isterinya selama ini. Dari yang terkecil dan sepele hingga yang menurutnya keterlaluan. Sejak mula dia hidup bersama sampai hari saat SMS itu diterimanya. Ia ingin membalas dengan sesuatu yang setimpal, bahwa ia tidak sendirian. Bahwa ia juga pantas menyalahkan hal buruk isterinya.

Tapi sisi lain dari hatinya bicara. Apa pantas menimpali kekacauan dengan kekacauan?

Ia menangis bisu dalam do’a batinnya, ” Ya Rabb, ... ampun sejadi-jadinya atas nama kasih-Mu. Beri hamba kekuatan untuk menelan pahitnya cobaan ini. Dampingi hamba dalam kesulitan menginjak duri yang berserak di atas jalan rumah tanggaku. Antarkan hamba ke pintu tujuan perkawinan seperti syariatmu....”.

Marah, kecewa dan putus asanya mencair. Kisah Umar bin Khattab yang pernah dibacanya memadamkan “api” yang menggelegak dalam hatinya. Bahkan sesungguhnya ia malu tanpa sisa andaikan ia dapat bertemu muka dengan sahabat Rasulullsh yang terkenal sangat tegas itu.

Dikisahkan bahwa seorang dari pedalaman Arab datang ingin menghadap Umar bin Khattab. Orang itu berharap Umar akan memberikan nasehat dan jalan keluar atas persoalan rumah tangga yang tengah dihadapinya. Ia membawa segudang pengaduan atas perilaku isterinya.

Berharap pula Umar sebagai khalifah mau memberi pelajaran kepada isterinya yang dinilainya sudah sangat keterlaluan. Sebagai suami ia merasa sudah tidak punya harga diri. Selalu saja menjadi objek omelan dan tajamnya lidah sang isteri.

Hingga sampai di muka pintu rumah khalifah Umar, pria itu ragu berdiri di depan pintu menunggu Umar keluar sebab ia mendengar istri Umar bersuara keras pada suaminya dan membantahnya sedangkan Umar diam tidak membalas ucapan istrinya.

Pria itu lalu berbalik hendak pergi, sambil berkata, "Jika begini keadaan Umar dengan sifat keras dan tegasnya dan ia seorang amirul mukminin, maka bagaimana dengan keadaanku ?".

Umar keluar dan ia melihat orang itu hendak berbalik dan pergi dari pintu rumahnya seraya memanggil pria itu dan berkata, "Apa keperluanmu wahai pria?"

"Wahai Amirul Mukminin, semula aku datang hendak mengadukan kejelekan akhlak istriku dan sikapnya yang membantahku. Lalu aku mendengar istrimu berbuat demikian, maka aku pun kembali sambil berkata, "Jika demikian keadaan amirul mukminin bersama istrinya, maka bagaimana dengan keadaanku ?"

Mendengar keluhan pria itu atas dirinya dan apa yang dialaminya sendiri, Umar berkata, "Wahai saudaraku. Sesungguhnya aku bersabar atas sikapnya itu karena hak-haknya padaku.

Dia yang memasakkan makananku, yang membuatkan rotiku, yang mencucikan pakaianku, yang menyusui anak-anaku dan hatiku tenang dengannya dari perkara yang haram. Karena itu aku bersabar atas sikapnya".

Jawaban Umar membuat pria tercenung kemudian berkata : "Wahai Amirul Mukminin, demikian pula istriku".

”Karena itu, Bersabarlah atas sikapnya wahai saudaraku ..."

Gagahnya Umar tiada yang menyangkal, demikian pula ketegasannya dalam bersikap. Tapi kisah sikap Umar terhadap wanita isteri yang dibacanya membuatnya seperti laki-laki yang belum mengenal pasangan hidup bahkan dirinya sendiri.

Kini malunya bertambah besar. Bahkan mungkin ia tak punya ”muka” lagi apabila SMS itu diforward kepada sahabat Nabi itu. Kesadarannya kembali ke titik normal. Bahkan SMS itu bukan lagi dianggapnya sebagai duri dalam kasih sayang dalam rumah tangganya.

Hatinya girang dan berujar ” Terima kasih wahai Umar”.

Wahai suami yang penyayang..

Ketahuilah, tinggalnya seorang istri di rumah tidak memberikan kesempatan untuk beristirahat dan menikmati ketenangan, karena di sisinya ada anak-anak yang harus diasuhnya dan dididiknya agar mereka tumbuh dengan baik. Semua itu membutuhkan kesungguhan diri, hati dan jasmani darinya yang lebih besar dari kesungguhan yang harus anda curahkan di kantormu atau di ladang kerjamu. Andai anda bergantian tugas dengannya, anda tidak akan mampu mengembannya walau hanya sesaat di siang hari.

Oase Iman
www.eramuslim.com

Rabu, 20 Januari 2010

Selasa, 19 Januari 2010

Harta




Harta

Adalah naluri manusia senang pada harta. Ia merupakan perhiasan hidup walaupun tidak sedikit menjadi symbol kesuksesan.

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”(QS :Al-Kahfi:46)

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternakdan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS: Al-Imron:14)

Bagi seorang mukmin, harta merupakan titipan, bekal ibadah dan nikmat yang harus disyukuri sekaligus sebagai ujian keimanan

“barang siapa yang menghendaki Keuntungan di akhirat akan Kami tambah Keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki Keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari Keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”(QS: Asy-Syuruo:20)

Harta yang berkah adalah manakala ia menjadi sarana seseorang untuk menjadikan hidupnya berkah. Keberkahan yang terpancar dari tetasan-tetesan sedekah dan rangkaian serat-serat doa dari faqir dan miskin.

Mencintai harta hanya karena ia adalah harta merupakan indikasi tidak menghargai pemberian Allah. Tetapi harta yang dicintai karena dia adalah anugerah dan curahan rahmat-Nya merupakan salah satu bentuk ibadah dan syukur pada-Nya. Bila bukan harta yang meninggalkan kita maka pasti kita yang akan meninggalkannya.

“dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS:Al-Isro:16)

Orang yang tercela adalah orang yang tidak henti-henti mengumpulkan harta untuk ahli warisnya sementara ia sendiri enggan menggunakannya (untuk beramal saleh). Seperti halnya anjing pemburu yang memangsa binatang buruan dan hanya melihatnya agar orang lain dapat memakannya.



Panduan Haji dan Umroh



HAJI DAN UMROH


A. Kewajiban dan Keutamaan Haji

Kewajiban Haji


Dalam Alqur’an Allah SWT berfirman :

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. 3:97)


Dari ayat tersebut, amat jelas bahwa haji merupakan satu ibadah yang merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu melaksanakannya.


Rosulullah SAW bersabda :


بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاَ ةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ


“Islam didirikan di atas lima rukun : pertama syahadat (mengakui) tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa di bulan ramadhan”. (HR: Muttafaq alaih)


Disamping itu ada beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melaksanakan ibadah haji. Syarat wajib tersebut adalah :


1. Islam.

2. Baligh.

3. Berakal.

4. Isthito’ah (mampu)



Keutamaan Ibadah Haji


Ada beberapa riwayat yang menjelaskan keutamaan ibadah haji. Diantara keutamaan-keutamaan tersebut antara lain :


1. Haji merupakan salah satu amal yang paling utama.


عن أَبِي هُرَ يرة قَالَ " { سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ إيمَانٌ بِاَللَّهِ وَرَسُولِهِ . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا ؟ قَالَ : الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ , قِيلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ } "


Dari Abu Hurairoh ra, beliau berkata :”Rosulullah SAW ditanya tentang amal yang paling utama? Beliau berkata:”Iman kepada Allah dan Rosul-Nya”, kemudian Apalagi? ? Beliau berkata:”Jihad Fi sabilillah”. Kemudian apalagi? ? Beliau berkata:”Haji Mabrur”.


2. Haji merupakan salah satu bentuk jihad.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا { جِهَادُ الْكَبِيرِ وَالصَّغِيرِ وَالضَّعِيفِ وَالْمَرْأَةِ : الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ } رَوَاهُ النَّسَائِيُّ , وَعَنْ بُرَيْدَةَ مَرْفُوعًا.


“Dari Abu Hurairoh ra sampai pada nabi SAW:”Jihadnya orang tua, anak-anak, orang lemah dan wanita adalah haji dan Umroh”.

3. Haji mampu menjadi kafarat (menghapus) dosa dan balasannya Syurga.


{مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ } ,وَقَالَ :


{ الْعُمْرَةُ إلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا , وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إلَّا الْجَنَّةُ }


“Barang siapa yang berhaji, kemudian tidak berbicara kotor dan berbuat buruk, maka ia ibarat seorang bayi yang baru dilahirkan”(HR: Bukhori dan Muslim).


“ Umroh dengan umroh merupakan kafarat dosa antara keduanya, haji Mabrur tidak ada balasan kecuali syurga”


B. Pengertian Haji dan Umroh


Haji menurut bahasa bermakna : bermaksud atau menuju sesuatu yang mulya. Sedangkan menurut istilah adalah : pergi ke Mekkah untuk beribadah seperti Thowaf, Sa’i, wuquf dan seluruh manasik haji pada waktu yang telah ditentukan.


Umroh menurut bahasa bermakna : berkinjung, sedangkan menurut istilah bermakna: Pergi ke Mekkah untuk beribadah thowaf di Baitullah Ka’bah, Sa’I, dan Tahalul (mencukur habis atau sebagian rambut).


C. Macam-macam Manasik Haji
Ibadah haji mempunyai beberapa manasik yaitu :


1. Tamattu’, yaitu : Berniat ihrom untuk umroh pada bulan-bulan haji (syawal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah), kemudian berniat ihrom untuk haji setelah selesai umroh pada tahun yang sama, dan ketika niat mengucapkan:


لَبَّيْكَ عُمْرَةً مُتَمَتِّعًا إِلَى الْحَجِّ


2. Qiron, Yaitu : Berniat Ihrom untuk Umroh dan haji, dan tidak bertahallul sampai hari Nahar (10 Dzulhijjah), atau berniat ihrom untuk umroh kemudian berniat haji sebelum memulai thowaf Umroh dan berniat dengan mengucapkan :


لَبَّيْكَ عُمْرَةً وحَجًّا


3. Ifrod, yaitu : berniat Ihrom untuk haji dan tetap memakai pakaian Ihrom sampai hari Nahar dan berniat dengan mengucapkan :


لَبَّيْكَ حَجًّا


D. Rukun, Wajib, Sunnah Haji dan Umroh


Rukun Haji


1. Ihrom, yaitu niat untuk melaksanakan manasik (Haji, Umroh atau keduannya).
2. wuquf di Arofah.
3. Thowaf Ifadoh.
4. Sa’I antara Shofa dan Marwah.





Wajib Haji

1. Ihrom dari miqot yang telah ditentukan yaitu :

a. Dzul-Hulaifah (Miqot untuk yang berasal dari atau melewati Madinah Munawaroh).

b. Al-Juhfah (Miqot untuk yang berasal dari atau melewati Surya, Mesir dan Maroko).

c. Yalamlam (Miqot untuk yang berasal dari atau melewati Yaman).

d. Dzaatu’irqin (Miqot untuk yang berasal dari atau melewati Irak dan Khurosan).

e. Qornul-Manazil (Miqot untuk yang berasal dari atau melewati Najid seperti Riyad).


2. Wuquf di Arofah sampai terbenam matahari bagi yang wuqu siang hari.
3. Mabit (menginap) di Mudzalifah pada malam hari raya bagi yang mampu.
4. Mabit di Mina pada malam hari-hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah).
5. Melontar Jumroh secara berurutan dan beraturan.
6. Mencukur habis atau sebagian rambut.
7. Thowaf Wada’ (Thowaf perpisahan/untuk meninggalkan Mekkah).



Sunnah Haji

1. Mandi ketika Ihrom.
2. Thowaf Qudum.
3. Idltiba’ (memakai pakaian ihrom dengan pundak kanan terbuka) ketika thowaf qudum.
4. Romal (Berjalan cepat/berlari-lari kecil) pada tiga putaran pertama di Thowaf qudum.
5. Mabit di Mina pada malam Arofah.
6. Mencium hajar Aswad.
7. Naik ke bukit shofa dan Marwah.
8. Talbiyah, berdoa dan berdzikir.


Wajib Umroh


1. Ihrom dari miqot yang telah ditentukan.
2. Mencukur habis atau sebagian rambut.


E. Larangan-larangan Ihrom


I. Larangan bagi laki-laki dan perempuan

a. Mencukur atau memotong rambut.

b. Memotong kuku.

c. Memakai farfum/wangi-wangian (seperti minyak wangi, sabun, sampo dan lain-lain).

d. Berburu, akad nikah (menikah dan menikahkan), dan Jima’ (bersetubuh).


II. Larangan Khusus bagi laki-laki

a. Memakai pakaian berjahit.

b. Menutup Kepala.


III. Larangan Khusus bagi Perempuan
 Memakai kain yang berjahit pada wajah dan tangannya seperti cadar dan sarung tangan.


Catatan : Haram Hukumnya bagi yang memasuki tanah haram-baik berniat haji atau tidak membunuh binatang buruan atau memotong pohon dan tumbuhan yang berada di dalamnya.


F. Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Dam

Yang dimaksud dengan dam adalah sejenis “sanksi” bagi jamaah haji yang melanggar larangan ihrom atau tidak melaksanakan wajib haji. Hal tersebut menjadikan jamaah haji wajib melaksanakan dam. Adapun dam itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis , yaitu :


1. Menyembelih kambing (Domba)

2. Puasa bagi yang tidak mampu menyembelih kambing.

3. Memberi makan fakir miskin.



Penjelasan hal itu adalah sebagai berikut:


1. Bagi jamaah haji yang tidak melaksanakan salah satu wajib haji, maka ia harus menebus dengan menyembelih seekor kambing jika mampu, atau puasa sepuluh hari bagi yang tidak mampu menyembelih kambing.

2. Jamaah haji yang melanggar larangan ihrom seperti memakai pakaian berjahit, memakai penutup kepala dan lainnya bagi jamaah laki-laki, atau Memakai kain yang berjahit pada wajah dan tangannya seperti cadar dan sarung tangan bagi jamaah haji wanita, mencukur rambut sedikit ataupun banyak, memotong kuku,memakai farfum atau wangi-wangian, maka wajib membayar dam dengan menyembelih hewan (kambing) atau puasa 3 hari di tanah haram dan 7 hari di tanah air atau memberikan makan 6 orang fakir miskin. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT :


Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'Umrah sebelum Haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuhhari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. 2:196)


3. Jamaah haji yang berburu binatang darat, maka ia menyembelih hewan yang semisal sesuai firman Allah SWT :


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-ya yang dibawa sampai ke Ka'bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang burukdari perbuatannya. Allah telah mema'afkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (QS. 5:95)


4. Bagi jamaah haji yang melanggar larangan ihrom seperti bercumbu (pendahuluan jima’), maka ia wajib menyembelih hewan. Adapun jika melakukan hubungan suami isteri, maka hajinya batal secara langsung selain dia harus tetap melanjutkan dan menyempurnakan hajinya dan ia wajib menyembelih seekor onta atau puasa sepuluh hari jika tidak mampu menyembelihnya dan wajib mengqodho’ hajinya tahun depan. Sesuai hadits Rosulullah yang diriwayatkan oleh Imam malik dalam Al-Muwatho’nya: bahwa Umar, Ali dan abu Hurariroh ditanya tentang seseorang yang berhubungan suami isteri dalam kondisi ihrom (sedang berhaji). Mereka menjawab:”Biarkan keduanya menlanjutkan dan menyempurnakan hajinya, lalu wajib bagi keduanya untuk menyembelih Hadyu dan mengqodhonya tahun depan “. [1]


5. Adapun melaksanakan akad nikah, mengkhitbah dan seluruh perbuatan dosa seperti ghibah, namimah dan seluruh perbuatan fasiq hanya perlu taubah dan istighfar karena tidak ada dalil tentang kafarat hal tersebut selain taubat dan istighfar. Wallahu a’lam


F. Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Talbiyah


Lafadz talbiyah yang matsur dari nabi adalah :


لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ , لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ


“Kami datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah , kami datang dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milik-Mu Yang tidak ada sekutu (tandingan)”


Disunnahkan bagi laki-laki untuk mengeraskan suara, sedangkan bagi wanita tidak perlu, cukup didengar oleh dirinya dan orang yang disebelahnya.


Talbiyah dimulai pada permulaan ihrom dan bagi yang mengambil haji tamattu’ dan umroh berakhir ketika thowaf umroh, sedangkan bagi yang mengambil haji Ifrod atau qiron berakhir ketika memulai melontar jumroh aqobah. Juga dianjurkan untuk memperbanyak talbiyah dalam keadaan mendaki, menurun, atau naik turun kendaraaan dan sebagainya.


G. Gambaran Pelaksanaan Haji dan Umroh

Gambaran Pelaksanaan Ibadah Umroh


Jika orang yang umroh atau haji tamattu’ sampai mekkah, berhenti mengucapkan talbiyah sebelum memulai thowaf Umroh, lalu menuju dan menghadap hajar Aswad untuk thowaf sanbil menyentuh dan menciumnya jika memungkinkan, kalaupun tidak, cukup menyentuh dengan tangan kanannya lalu mencium tangan tersebut, jika tidak mungkin juga, cukup isyarat dengan tangan kanan (dengan tidak mencium tangan tersebut ) tanpa perlu memaksakan kehendak untuk menciumnya sambil mengucapkan :


بسم الله والله أكبر


“Dengan Nama Allah dan Allah Maha Besar”

Lalu mulai thowaf tujuh putaran, setiap putaran dimulai dan berakhir di hajar aswad, dan disunnahkan untuk Rosulullah SAWmal (berjalan cepat/berlari-lari kecil) pada tiga putaran pertama dalam keadaan idltiba’ (meakai pakaian ihrom dengan pundak kanan terbuka) di seluruh putaran.


Setelah selesai thowaf, pakai pakaian ihrom dengan menutup seluruh pundaknya, lalu sholat sunnah sebanyak dua rakaat di maqomm Ibrahim as jika memungkinkan, apabila tidak mungkin, sholat dimana saja di dalam masjid. Setelah itu keluar melalui pintu shofa menuju bukit Shofa untuk Sa’i. Jika mampu naiklah ke bukit tersebut sambil berdoa dengan mengangkat kedua tangannya dan menghadap kiblat, lalu menuju bukit marwah.


Ketika sampai pada tanda hijau yang pertama, bagi laki-laki dianjurkan untuk berjalan cepat sampai pada tanda hijau yang berikutnya, sedangkan bagi wanita cukup berjalan biasa saja.

Apabila telah selesai sa’I, berikutnya adalah mencukur habis atau sebagian rambut. Bagi laki-laki mencukur habis semua rambut lebih utama (afdhol). Sedangkan bagi wanita cukup memotong sedikit rambutnya sekitar satu sendi jari tangan.


Gambaran Pelaksanaan Ibadah Haji


Aktifitas (amalan) Hari Kedelapan Bulan Dzulhijjah


Pada hari ini dianjurkan bagi jamaah haji untuk membersihkan tubuhnya dengan mandi, memakai wangi-wangian, lalu menggunakan pakaianihrom dan berniat ihrom untuk haji dengan ,emgucapkanلَبَّيْكَ حَجًّا :

Yang demikian itu bagi yang melaksanakan haji dengan mengambil haji tamattu’ atau bagi yang berniat haji dari penduduk Mekkah. Adapun yang mengambil haji qiron atau ifrod, mereka tetap dalam ihromnya yang pertama sampai semua amalan haji selesai.


Setelah itu, semua jamaah haji (baik yang tamattu’, qiron atau ifrod) menuju Mina sebelum dzuhur jika memungkinkan dan sholat lima waktu di Mina dengan mengqoshor sholat yang empat raka’at tanpa di jama’. Dianjurkan bagi jamaah haji untuk memperbanyak talbiyah, dzikir dan doa.


Aktifitas (amalan) Hari Kesembilan


Setelah matahari terbit pada tanggal 9 Dzulhijjah (Hari Arofah), Jamaah haji bertolak menuju padang Arofah untuk wuquf dengan memperbanyak talbiyah, kemudian sholat dzuhur dan ashar dengan dijama’ taqdim dan diqoshor disana. Juga dianjurkan ketika wuquf untuk memperbanyak talbiyah, dzikir, doa dan istighfar sampai terbenam matahari.


Setelah matahari terbenam, jamaah ahji bertolak menuju Mudzalifah dengan tenang dan tertib. Apabila sampai di Mudzalifah, sholat maghrib dan Isya dijama’ dan diqoshor pada waktu Isya. Pada malam tab , jamaah ahji wajib mabit di Mudzalifah, tetapi diperboleh bagi wanita dan anak-anak serta orang-orang yang lemah untuk langsung menuju Mina setelah tengah malam. Adapun yang lain mabit dan sholat subuh di sana (Mudzalifah)


Setelah sholat subuh, jamaah haji dianjurkan untuk menghadap kiblat dengan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, berdzikir di Masy’aril Haram (tempat khusus di Mudzalifah) jika memungkinkan. Jika tidak mungkin, boleh di mana saja di Mudzalifah sampai hari menjadi terang menjelang matahari terbit.

Aktifitas (amalan) Hari Kesepuluh (Hari Raya)


Ketika hari agak terang sebelum matahari terbit, jamaah haji bertolak dari mudzalifah menuju Mina dengan memperbanyak talbiyah, dzikir dan doa. Bacaan talbiyah dihentikan ketika sampai Jumrotul Aqobah, lalu jamaah haji bersiap untuk melontar Jumroh Aqobah dengan tujuh batu (diperbolehkan mengambil batu kerikil di Mina atau Mudzalifah).


Setelah selesai melontar jumroh aqobah, bagi jamaah haji yang tamattu’ atau qiron dan bukan penduduk mekkah menyembelih hadyu (Binatang ternak seperti kambing, unta, sapi sebagai dam), kemudian mencukur rambut (bagi laki-laki dicukur habis lebih utama, sedangkan bagi wanita sekedar satu buku jari tangan) sebagai tahallul awal. Setelah tahalul awal ini, dihalalkan (diperbolehkan) bagi jamaah haji semua larangan haji kecuali jima’ (bersetubuh).


Setelah tahalul awal, jamaah haji menuju Mekkah untuk thowaf ifadoh, sholat sunnah thowaf dan Sa’i. Sa’I tersebut untuk haji, sedangkan haji yang lalu untuk umroh (hal tersebut untuk yang mengambil haji tamattu’ saja). Sedangkan untuk yang mengambil haji qiron atau ifrod cukup satu kali sa’I saja. Siapa yang telah melaksanakannya setelah thowaf qudum, tidak perlu sa’I setelah thowaf ifadoh.


Sehabis melaksanakan tiga jenis amalan tadi (Melontar Jumroh Aqobah, mencukur rambut, thowaf ifadoh beserta sa’I setelahnya (bagi yang tamattu’), halal bagi jamaah haji seluruh larangan ihrom, dan tidak mengapa apabila jamaah haji memilih mana yang lebih dahulu dilaksanakan dari tiga jenis amalan tadi, sesuai dengan situasi dan kondisi dan kondisi serta kemampuan.


Aktifitas (amalan) Hari Kesebelas


Setelah thowaf ifadhoh dan sa’I bagi yang tamattu’ (pada hari kesepuluh), jamaah haji kembali ke Mina untuk mabit disana dan melontar tiga jumroh (jumroh aqobah, jumroh wustho dan sugro) keesokan harinya (tanggal 11. 12, 13 Dzulhijjah).

Pada hari kesebelas (hari pertama dari hari-hari tasyriq), jamaah haji wajib melaksanakan tiga jumroh setelah dzuhur, dimulai dengan jumlah sugro (dekat masjid Al-Khoif) sebanyak tujuh buah kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan kanannya dan berdzikir setiap melontar satu kerikilnya.



Setelah selesai dari jumroh sugro, mundur sedikit menghadap kiblat dengan posisi tempat untuk melontar jumroh sugro berada di sisi kirinya dengan mengangkat tangan untuk berdoa sebanyak-banyaknya, kemudian melaksanakan jumroh wustho seperti ketika melaksanakan jumroh sugro, setelah itu menghadap kiblat dengan posisi jumroh wustho di sebelah kanan dan berdoa juga. Setelah selesai, dilanjutkan dengan jumroh aqobah. Dengan demikian jamaah haji telah melontar jumroh pada hari tersebut sebanyak 21 kerikil.



Aktifitas (amalan) Hari Kedua belas


Pada Hari kedua belas (hari kedua dari hari tasyriq), jamaah haji melaksanakan tiga jumroh setelah dzuhur seperti hari kesebelas (hari pertama dari hari tasyriq).


Pada hari ini (hari kedua belas) jamaah haji juga telah melontar jumroh sebanyak 21 buah kerikil. Kemudian setelah melontar jumroh pada dua hari yang telah disebutkan (tanggal 11 dan 12), diperbolehkan bagi jamaah haji yang ingin meninggalkan Mina setelah terbenam matahari, tetapi jika tetap menginap di malam ketiga, yang demikian lebih utama.


Aktifitas (amalan) Hari Ketiga belas


Jika jamaah haji berada di Mina sampai hari ketiga belas (hari ketiga dari hari tasyriq), hal tersebut lebih utama dan lebih besar ganjaran pahalanya.


Pada hari tersebut, jamaah haji tetap melaksanakan melontar jumroh seperti yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya, dan jumlah kerikil pada hari ini juga berjumlah 21 buah kerikil.



Thowaf Wada’

Apabila jamaah haji ingin meninggalkan Mekkah untuk kembali ke tanah air masing-masing atau menuju madinah, diwajibkan untuk thowaf terlebih dahulu sebanyak tujuh kali putaran sebagai thowaf wada’ (perpisahan), kemudian sholat sunat thowaf.


Bagi wanita yang haid atau nifas tidak wajib baginya thowaf wada’. Hal tersebut sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas, bahwa Rosulullah SAW bersabda:


أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ آخِرَ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ اْلحاَئِضِ. (رواه البخاري ومسلم).


”Hendaknya amalan yang terakhir yang dilakukan oleh Muhrim (orang yang melaksanakan ibadah haji) adalah thowaf di ka’bah, kecuali wanita yang sedang haid, Rosulullah SAW memberi keringanan bagi mereka (untuk tidak thowaf)”. (HR:Bukhori dan Muslim).


Demikian gambaran singkat tentang pelaksanaan ibadah haji dan umroh, semoga menambah pemahaman kita semua.






[1] HR: Imam Malik dalam Muwathonya jilid : 3 Hal : 164


Senin, 11 Januari 2010

Gagal dalam Ujian



Oleh : Toha MT


Dunia tempat hidup manusia harus disadarai sepenuhnya merupakan tempat ujian bagi kehidupan itu sendiri. Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya:”Dia-lah Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,(QS: Al-Mulk :2)

Jika seorang mukmin melihat dunia sebagai ujian, ia akan selalu berhati-hati dalam menghadapi fenomena kebaikan dan keburukan dalam kehidupan.


Lukman Al-Hakim pernah berwasiat pada anak-anaknya, beliau berkata :”Wahai anakku, emas dibentuk dengan api yang sangat panas. Seorang hamba yang soleh dibentuk dengan musibah dan ujian yang menimpanya. Jika Allah cinta kepada satu kaum, ia akan menguji mereka. Barang siapa yang rela menerima ujian itu, maka keridhoan Allah selalu bersamanya. Siapa yang durhaka dan ingkar, murka Allah akan menimpanya.



Ujian Allah kepada hamba-hambanya kadangkala berupa kesenangan, agar mereka mau bersyukur. Kadang juga berupa kesulitan dan kesengsaraan agar mereka mau bersabar. Jadi musibah dan kesenangan dari Allah SWT hakikatnya adalah ujian. Musibah melahirkan sikap sabar dan kesenangan menghasilkan rasa syukur. Rosulullah SAW bersabda :

“Sungguh luar biasa kejadian yang menimpa seorang mukmin seluruhnya merupakan kebaikan baginya. Jika ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itu adalah kebaikan baginya dan jika ditimpa kesulitan, ia bersabar dan itu juga kebaikan baginya.” (HR: Muslim)

Kekuatan Iman akan tampak ketika dihadapkan dengan ujian dan musibah bukan dalam ibadah. Kekuatan iman itu juga akan muncul ketika menghadapi ujian nyata kehidupan, bukan dengan hanya berdiam diri di dalam surau. Ketika keimanan tidak terbukti tangguh menghadapi kondisi sulit atau pahitnya hidup, berarti ia telah gagal dalam ujian keimanan dalam hidup ini.

Allah SWT berfirman :

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.(QS: Al-Anbiya:35).


Minggu, 10 Januari 2010

TOHAROH



Salah satu yang menjadi prioritas ajaran Islam adalah kebersihan. Kebersihan pribadi dan masyarakat. Kebersihan diri dan jiwa. Kebersihan aqidah dan amal soleh. Sebagian besar ulama Fiqih memulai kajiannya dengan membahas permasalahan yang berkaitan dengan kebersihan atau biasa disebut dengan toharoh. Hal itu tidak lain kecuali menunjukkan urgensi dari toharoh itu sendiri karena berkaitan dengan ibadah-ibadah lainnya.


A. Definisi Toharoh

Toharoh menurut etimologi (bahasa) adalah bentuk masdar dari akar kata طهر- يطهر-طهارة (Tohuro-yathuru-Toharoh) yang berarti bersih. Sedangkan menurut terminolologi (istilah dan persfektif fiqih) toharoh didefinisikan dengan menghilangkan Hadats dan najis dari badan, pakaian dan tempat.


B. Landasan Hukum

Dalam banyak ayat dan hadits, kita dapat menemukan nash-nash yang berbicara tentang toharoh dan menganjurkannya, diantaranya adalah :

1. Firman Allah SWT surat Al-Mudatsir ayat 4


“dan pakaianmu bersihkanlah”


2. Firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 6

….

“dan jika kamu junub Maka mandilah”,


3. Firman Allah surat Al-baqoroh ayat 222


“mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

[137] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.

[138] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.


3. Hadits Rosulullah SAW

لاَ تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَ لاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ .صحيح مسلم - (ج 2 / ص 5)

“Tidaklah diterima sholat tanpa bersuci (toharoh) dan sedekah yang dihasilkan dengan cara yang curang (tidak benar)”(HR: Muslim)


4. Sabda Rosulullah SAW :

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَان...(رواه مسلم)

“Kebersihan sebagian dari Iman”


C. Jenis-jenis Toharoh

Secara umum toharoh terbagi menjadi dua jenis, yaitu toharoh dari Najis dan Toharoh dari Hadats.


Toharoh dari Najis

Yang dimaksud najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor atau dianggap kotor. Sedangkan menurut istilah didefinisikan dengan sesuatu yang kotor atau dianggap kotor yang harus dibersihkan atau dihilangkan yang apabila tidak dihilangkan dapat menghalangi kesahan sholat atau ibadah-ibadah lain dimana suci merupakan salah satu syaratnya.


Katagori Najis

Sebagian ulama ada yang membagi najis menjadi tiga jenis yaitu :

1. Najis Mugholadzoh yaitu najis dengan kapasitas berat.

2. Najis Mutawashitoh; najis dengan kapasitas sedang. Dan

3. Najis Mukhoffafah ; najis dengan kapasitas ringan.

Sebenarnya Rosulullah SAW tidak pernah membagi secara jelas jenis-jenis najis tersebut hanya saja dari cara pensuciannya yang berbeda antara najis satu dengan lainnya sehingga sebagian ulama mengambil kesimpulan tersebut.

Adapun hal-hal yang termasuk katagori najis adalah sebagai berikut :

a. Bangkai

Yang dimaksud dengan bangkai adalah hewan yang mati dengan cara tidak syar’i seperti disembelih dengan tidak menyebut asma Allah atau mati tertanduk, terjatuh, terjerat, diterkam binatang buas , yang dipersembahkan untuk berhala dan lain sebagainya. Termasuk dalam hal ini adalah sebagian anggota tubuh hewan yang dipotong dalam kondisi hidup.

Landasan dalil dari hal itu adalah firman Allah SWT dan Sabda Rosulullah SAW, yaitu :

…..

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…”(QS: AL-Maidah :3)

Sabda Rosulullah SAW

مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيْتَةٌ

“Sebagian yang dipotong dari hewan ternak dalam kondisi hidup adalah bangkai” (HR: Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad Dan lain-lain. Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Ghorib, Syekh Al-Bani mensohihkannya )

Ada dua jenis yang termasuk katagori bangkai tetapi dianggap suci dan halal yaitu bangkai ikan dan belalang. Hal itu berdasarkan sebuah hadits dari Ibnu Umar yaitu :

” Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai adalah bangkai ikan dan belalang sedangkan dua jenis darah adalah hati dan limpa” (HR : Ahmad, Ibnu Majah dan Ad-daruquthni. Syeikh Al-Albani Mensohihkannya)

Selain itu ada jenis bangkai yang dimaafkan dan tidak termasuk najis, yaitu bangkai dari binatang yang darahnya tidak mengalir seperti lebah, lalat, semut dan sebagainya. Walaupun demikian ketidak najisan dari binatang tersebut tidak menunjukkan halalnya untuk dikonsumsi tetapi hanya apabila terkena atau tercampur dengan benda cair, maka cairan tersebut tidak menjadi najis. Sedangkan sebagian dari bangkai seperti, tanduk, gigi, kulit dan kuku sebagian ulama menganggap itu semua najis kecuali kulit jika disamak. Tetapi pendapat yang kuat adalah bahwa itu semua tidak najis. Larangan memanfaatkannya apabila dikonsumsi. Wallahu a’lam


b. Darah

Darah yang masuk katagori najis adalah darah yang mengalir seperti darah dari binatang yang disembelih dan lainnya. Adapun darah yang tidak mengalir seperti darah yang melekat pada daging atau sedikit dari darah haid, maka hal itu tidak najis dan dimaafkan. Begitu juga darah dari kutu dan kuman atau dari bisul dimaaafkan jika sedikit. Sedangkan nanah sebagian ulama menganggap tidak najis karena yang disebutkan dalam ayat adalah darah bukan nanah, tetapi penulis menganggap nanah juga termasuk katagori najis, karena nanah merupakan darah yang membusuk dan sepatutnya kaum muslimin menjauhinya. Wallah a’lam


c. Daging Babi

Kenajisan daging babi dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmannya surat Al-An’am ayat 145 :

” Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".


Yang harus dipahami adalah ketika Allah SWT menyebutkan daging babi bukan berarti selainnya diperbolehkan, tetapi Allah SWT cukup menyebutkan daging sebagai isyarat bahwa semua yang ada pada babi adalah najis dan haram karena daging merupakan sesuatu yang banyak dikonsumsi dan dimanfaatkan dari yang lainnya sehingga sesuatu yang mulia saja diharamkankan dan najis apalagi selainnya.


d. Muntah, air kencing dan kotoran manusia

Ulama sepakat ketiga zat tersebut di atas adalah najis walaupun jika kuantitasnya sedikit dimaafkan begitu juga ada keringanan bagi air kencing bayi yang hanya mengkonsumsi ASI dalam pensuciannya cukup dengan memercikkan air pada daerah yang terkena air kencingnya.

Dengan kata lain segala sesuatu yang bersumber dari perut adalah najis, baik keluar melalui mulut, qubul ataupun dubur, dan dimaafkan ketika kuantitasnya sedikit atau dalam kondisi yang sulit untuk menghindarinya (umumulbalwa).


e. Wadi dan Madzi

Wadi adalah cairan bening agak sedikit kental yang keluar akibat kelelahan. Biasanya cairan ini keluar setelah air kencing walaupun tidak selalu seperti itu. Sedangkan Madzi, pada hakikatnya hampir sama dengan wadi, yaitu cairan bening agak sedikit kental yang faktor penyebabnya adalah adanya rangsangan seksual seperti berfikir atau membayangkan hubungan sexual dan lain-lain. Terkadang seseorang tidak menyadari kalau ia mengeluarkan madzi tetapi hal itu adalah najis. Setiap laki-laki dan perempuan mengalami itu walaupun perempuan lebih banyak. Madzi yang mengenai badan harus dibasuh, sedangkan jika mengenai pakaian cukup dengan memercikkan air pada bagian yang terkena saja karena madzi ini jenis najis yang sulit dihindari dan sebagian besar dialami oleh remaja dan pemuda terutama yang masih belum menikah sehingga lebih utama mendapat keringanan dari air kencing bayi.


f. Air Kencing dan Kotoran Binatang

Pada pembahasan ini perlu dipahami bahwa secara umum binatang terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Binatang yang dagingnya halal dikonsumsi

2. Binatang yang dagingnya haram dikonsumsi


Dari sinilah para ulama tidak satu pendapat mensikapi hal itu. Untuk Binatang yang dagingnya tidak halal dikonsumsi para ulama sepakat akan kenajisan air kencing dan kotorannya. Hal itu didasarkan pada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud ra, beliau menjelaskan :”Satu ketika Rosulullah SAW buang hajat dan beliau memerintahkan aku untuk mencari tiga batu, aku hanya mendapatkan dua batu dan berusaha mencari yang ketiga dan tetap tidak menemukan, lalu aku berinisiatif mengambil kotoran binatang yang dagingnya haram dikonsumsi yang sudah mengeras dan menghadirkannya pada Rosulullah, kemudian beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran binatang tadi seraya berkata:”Ini adalah kotor/najis” (HR: Bukhori, Ibnu Majah dan Ibnu Huzaimah).

Sedangkan kotoran binatang yang halal dikonsumsi dagingnya sebagian ulama menganggap hal itu suci dan tidak najis .Diantara yang berpendapat seperti itu adalah Imam Ahmad dan sebagian ulama dari Madzhab Syafi’i. Yang menjadi landasan hukum dari hal ini adalah hadits tentang kaum Urainah dimana Rosulullah SAW memerintahkan mereka untuk meminum susu dan air kencing onta untuk mengobati penyakit yang mereka derita. Seandainya air kencing onta itu najis, Rosulullah tidak akan memerintahkan mereka meminumnya sehingga hadits ini menjadi dalil akan kesucian air kencing dan kotoran onta dan seluruh binatang yang halal dagingnya melalui qiyas.


g. Jallalah

Yang dimaksud dengan jallalah adalah binatang yang mengkonsumsi kotoran sehingga mempengaruhi bau dagingnya. Kenajisan jallalah didasarkan pada sebuah Riwayat dari Rosulullah SAW, dimana beliau melarang jallalah, melarang dari mengendarinya, meminum susunya dan memakan dagingnya. Perlu dipahami bahwa jenis binatang yang masuk katagori jallalah adalah yang mengkonsumsi murni kotoran dan berpengaruh pada baunya sedangkan jika pakan yang dikonsumsi beragam dan bercampur dengan bukan kotoran, maka hal itu tidak termasuk katagori dalam larangan Rosulullah SAW, karena faktor yang menjadi larangan sudah hilang.


h.Khomr

Khomr menurut asal bahasa adalah Minuman yang memabukkan yang dibuat dari anggur atau kurma. Kemudian makna tersebut berkembang menjadi minuman yang memabukkan baik dibuat dari anggur , kurma ataupun yang lainnya. Yang terakhir inilah yang kemudian dipakai dalam istilah. Hal itu didasarkan pada sabda Rosulullah SAW :”Setiap yang memabukkan adalah Khomr dan setiap khomr haram hukumnya” (HR: Muslim)

Jumhur ulama mengkatagorikan khomr dalam katagori najis disamping haram dikonsumsi. Hal itu didasarkan pada firman Allah SWT :


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. 5:90)


Sebagian ulama menganggap sekalipun khomr haram dikonsumsi tetapi ia tidak masuk katagori najis, karena kata Rijs dalam ayat menunjukkan pengertian najis secara Ma’nawii (makna bahasa saja) bukan secara Hissai (nampak/dzatnya), karena hakikatnya asal setiap sesuatu itu suci sampai ada dalil yang menunjukkan akan kenajisannya. Keharaman sesuatu tidak serta merta menunjukkan akan kenajisannya walaupun setiap yang najis haram untuk dikonsumsi. Seperti haramnya laki-laki memakai sutera dan perhiasan emas tetapi keduanya tidak najis.


Hukum Alkohol

Secara umum harus kita pahami antara khomr dengan alcohol. Seringkali kebanyakan kita tidak membedakan antara keduanya dan menganggap sama padahal sebenarnya berbeda. Kalaupun khomr itu mengandung alcohol tetapi keharaman khomr bukan semata-mata karena mengandung alkkohol tetapi karena memabukkan, karena ada sebagian buah dan makanan yang mengandung alcohol tetapi tidak diharamkan karena ia tidak memabukkan seperti buah durian dan tape misalnya. Disamping harus dipahami bahwa alcohol terdiri dari berbagai jenis yang secara garis besar terdiri dari dua yaitu etanol dan mitanol. Jenis etanol ini yang biasa digunakan untuk khomr disamping memang tujuan pembuatannya untuk memabukkan sedangkan yang jenis methanol biasa digunakan untuk mempercepat senyawa antara satu zat dengan lainnya seperti biasa digunakan untuk obat batuk ataupun farfum. Dengan demikian hokum asal alcohol adalah suci seperti juga khomr. Yang menjadikan alcohol najis adalah apabila bahan baku pembuatan alcohol itu bersumber dari yang najis tetapi jika bukan, maka kembali kehukum asal, yaitu suci. Wallahu a’lam.



[1] Para ulama berbeda redaksi dalam mendefiniskan toharoh, tetapi kesimpulannya seperti dijelaskan diatas.

[1] Imam Az-Zuhri berkata tentang tulang bangkai seperti gajah dan lainnya:”aku mendapatkan ulama salaf menggunakan sisir dari gading/tulang bangkai dan mereka mengangap hal itu tidak mengapa .(HR : Bukhori). Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata:”Rosulullah pernah bersedekah seekor kambing kepada bekas budak maimunah, lalu kambing itu mati. Kemudian Rosulullah SAW bertemu dengannya dan berkata:”Kenapa tidak Kalian ambil kulitnya dan disamak sehingga kalian dapat memanfaatkannya?” Mereka berkata:Itu adalah bangkai”. Rosulullah SAW berkata:”Yang diharamkan adalah memakannya” (HR: Bukhori, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah. Pada Riwayat Bukhori dan Nasai tidak disebutkan disamak). Dari Ibnu Abbas ra ketika beliau membaca surat Al-an’am :145 beliau berkata:”Sesengguhnya yang diharamkan untuk dikonsumsi adalah dagingnya, adapun kulit, gigi dan tulang hal itu halal” (HR: Ibnu Mundzir dan Ibnu Hatim). Lihat fiqqussunnah karangan Sayid Sabiq.


[1] Imam Ibnu Taimiyah berkata:”Tidak ada satu orang sahabat pun yang berpendapat tentang kenajisannya, bahkan jika ada yang berpendapat kalau hal itu najis, maka pendapat tersebut adalah bid’ah/baru yang tidak ada generasi saalaf dari sahabat yang berpendapat seperti itu.

Ibnul Mundzir berkata:”Siapa yang mengatakan kalau hal itu dikhususkan bagi kaum urainah saja, sungguh dia telah salah karena kekhususan sesuatu kejadian harus didasarkan pada dalil. Diamnya para ulama dan tidak adanya pengingkaran terhadap Jual beli kotoran kambing dan metode pengobatan dengan air kencing onta dahulu dan sekarang menunjukkan akan kesuciannya.

Imam As-Syaukani berkata:”Yang jelas berdasarkan dalil dan hukum asal menunjukkan kesucian air kencing dan koran binatang yang halal dagingnya. Sedangkan menentukan kenajisan sesuatu haruis didasarkan pada dalil dan tidak ditemukan dalil yang menunjukkan kenajisannya bahkan sebaliknya.


[1] HR: Abu Daud, Tirmidzi , Nasai, Ahmad. Imam Tirmidzi Mensohihkannya. Syeikh AL-Albani Mensohihkannya dalam Irwa Ghalil.

[1] Berikut ini nukilan dari kitab “فتاوى يسألونك” karangan Syeikh Hisamuddin Affanah, berikut nukilannnya

Pertanyaan :Farfum atau obat-obatan yang mengandung alcohol. Apa hukum mengunakannnya?

Tidak mengapa menggunakan farfum dan obat-obatan yang mengandung alcohol karena barang-barang tersebut dibuat bukan untuk memabukkan (digunakan untuk mabuk). Demikian juga pada dasarnya bercampurnya sesuatu dengan khomr tanpa adanya efek memabukkan tidak serta merta menjadikannya haram, karena ketika tidak ada efek memabukkan, maka tidak ada status hukum karena ilat hokum itulah yang menjadikannya haram. Jika ilat hukumnya tidak ada, maka status hukumnya pun hilang disamping kandungan alcohol yang terdapat pada farfum dan obat-obatan tidak memabukkan karenanya tidak bisa kita katakan hal itu sama dengan hokum khomr. Dan seperti kita ketahui obat-obatan yang mengandung alcohol dengan komposisi yang benar dan tepat tidak menyebabkan mabuk, karenanya tidak mengapa menggunakannya. (Jilid :2 hal:167)

Masuknya Najis dalam berbagai produk industri:

Pertanyaan : Banyaknya produk obat-obatan dan anti septic (pembersih) seperti sabun, sampo yang komposisi produknya mengandung unsur atau bagian dari bangkai atau babi atau alcohol. Apa hokum menggunakaannya ?

Jawaban :

Tidak diragukan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia industri sedikit banyak membawa berbagai problem dan masalah bagi masyarakat, khususnya informasi tentang komposisi produk yang dikonsumsi kaum muslimin seperti obat-obatan, makanan dan minuman dengan berbagai kemasan. Yang lebih menyulitkan lagi dalam hal ini adalah komposisi produk tersebut–walaupun ditulis dalam kemasan- kebanyakan merupakan istilah ilmiah khusus yang tidak banyak diketahui masyarakat, karenanya hal ini menjadi sulit khususnya bagi kaum masyarakat muslim lebih-lebih produk tersebut berasal dari produk import.

Berkaitan dengan fenomena tersebut sudah selayaknya bagi kaum muslimin untuk meneliti dan mengetahui dari bahan apa saja produk yang digunakannya atau bertanya pada ahlinya semaksimal mungkin dan tidak boleh mengambil kesimpulan umum tentang keharamannya tanpa meneliti dan mengeceknya karena hokum asal segala sesuatu adalah boleh. Allah SWT berfirman:Luqman : 20. Allah juga berfirman : 2:29

Dalam sebuah hadits, dari Abu Darda ra ; Rosulullah SAW bersabda :Apa saja yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya adalah halal dan apa saja yang diharamkan-Nya , maka ia adalah haram. Adapun yang tidak dijelaskan itu merupakan anugerah (rukhsah), karenanya terimalah karena sesungguhnya Allah tidak pernah lalai atau lupa sedikitpun. Lalu Rosulullah SAW membacakan ayat :Dan Sekali-kali Tuhanmu itu tidak lupa /luput akan sesuatu. (HR: Al-Hakim yang disahihkan oleh beliau dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi. Imam Al-AlBani menghasankannya).(jilid :2 hal:234)

Begitu juga kaum muslimin dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang syubhat semaksimal mungkin. Jika hal itu sudah jelas maka kita kembali pada pokok pertanyaan. Kita katakana bahwa sesungguhnya Islam mengharamkan bangkai dan memanfaatkannya. Begitu juga Islam mengharamkan babi dan memanfaatkannya. Hal itu mencakup berbagai aspek baik makanan ataupun minuman.

Adapun khomr maka secara dzat dia haram tetapi bukan najis karena tidak ditemukan dalil tentang kenajisannya. Tidak semua yang diharamkan itu najis. Sutera misalnya, ia diharamkan bagi laki-laki tetapi tidak najis. Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa bahan-bahan yang diharamkan tetap pada keharamannya selama masih dalam kondisi asal dan belum berubah baik zat ataupun sifatnya. Tetapi jika berubah zat dan sifat-sifatnya, maka hukumnya pun berubah. Hal ini yang disebut di kalangan ahli fikih dengan istilah istihalah , yaitu berubahnya sesuatu dari zat dan sifat asalnya.