Minggu, 10 Januari 2010

TOHAROH



Salah satu yang menjadi prioritas ajaran Islam adalah kebersihan. Kebersihan pribadi dan masyarakat. Kebersihan diri dan jiwa. Kebersihan aqidah dan amal soleh. Sebagian besar ulama Fiqih memulai kajiannya dengan membahas permasalahan yang berkaitan dengan kebersihan atau biasa disebut dengan toharoh. Hal itu tidak lain kecuali menunjukkan urgensi dari toharoh itu sendiri karena berkaitan dengan ibadah-ibadah lainnya.


A. Definisi Toharoh

Toharoh menurut etimologi (bahasa) adalah bentuk masdar dari akar kata طهر- يطهر-طهارة (Tohuro-yathuru-Toharoh) yang berarti bersih. Sedangkan menurut terminolologi (istilah dan persfektif fiqih) toharoh didefinisikan dengan menghilangkan Hadats dan najis dari badan, pakaian dan tempat.


B. Landasan Hukum

Dalam banyak ayat dan hadits, kita dapat menemukan nash-nash yang berbicara tentang toharoh dan menganjurkannya, diantaranya adalah :

1. Firman Allah SWT surat Al-Mudatsir ayat 4


“dan pakaianmu bersihkanlah”


2. Firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 6

….

“dan jika kamu junub Maka mandilah”,


3. Firman Allah surat Al-baqoroh ayat 222


“mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

[137] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.

[138] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.


3. Hadits Rosulullah SAW

لاَ تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَ لاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ .صحيح مسلم - (ج 2 / ص 5)

“Tidaklah diterima sholat tanpa bersuci (toharoh) dan sedekah yang dihasilkan dengan cara yang curang (tidak benar)”(HR: Muslim)


4. Sabda Rosulullah SAW :

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَان...(رواه مسلم)

“Kebersihan sebagian dari Iman”


C. Jenis-jenis Toharoh

Secara umum toharoh terbagi menjadi dua jenis, yaitu toharoh dari Najis dan Toharoh dari Hadats.


Toharoh dari Najis

Yang dimaksud najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor atau dianggap kotor. Sedangkan menurut istilah didefinisikan dengan sesuatu yang kotor atau dianggap kotor yang harus dibersihkan atau dihilangkan yang apabila tidak dihilangkan dapat menghalangi kesahan sholat atau ibadah-ibadah lain dimana suci merupakan salah satu syaratnya.


Katagori Najis

Sebagian ulama ada yang membagi najis menjadi tiga jenis yaitu :

1. Najis Mugholadzoh yaitu najis dengan kapasitas berat.

2. Najis Mutawashitoh; najis dengan kapasitas sedang. Dan

3. Najis Mukhoffafah ; najis dengan kapasitas ringan.

Sebenarnya Rosulullah SAW tidak pernah membagi secara jelas jenis-jenis najis tersebut hanya saja dari cara pensuciannya yang berbeda antara najis satu dengan lainnya sehingga sebagian ulama mengambil kesimpulan tersebut.

Adapun hal-hal yang termasuk katagori najis adalah sebagai berikut :

a. Bangkai

Yang dimaksud dengan bangkai adalah hewan yang mati dengan cara tidak syar’i seperti disembelih dengan tidak menyebut asma Allah atau mati tertanduk, terjatuh, terjerat, diterkam binatang buas , yang dipersembahkan untuk berhala dan lain sebagainya. Termasuk dalam hal ini adalah sebagian anggota tubuh hewan yang dipotong dalam kondisi hidup.

Landasan dalil dari hal itu adalah firman Allah SWT dan Sabda Rosulullah SAW, yaitu :

…..

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…”(QS: AL-Maidah :3)

Sabda Rosulullah SAW

مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيْتَةٌ

“Sebagian yang dipotong dari hewan ternak dalam kondisi hidup adalah bangkai” (HR: Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad Dan lain-lain. Imam At-Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Ghorib, Syekh Al-Bani mensohihkannya )

Ada dua jenis yang termasuk katagori bangkai tetapi dianggap suci dan halal yaitu bangkai ikan dan belalang. Hal itu berdasarkan sebuah hadits dari Ibnu Umar yaitu :

” Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai adalah bangkai ikan dan belalang sedangkan dua jenis darah adalah hati dan limpa” (HR : Ahmad, Ibnu Majah dan Ad-daruquthni. Syeikh Al-Albani Mensohihkannya)

Selain itu ada jenis bangkai yang dimaafkan dan tidak termasuk najis, yaitu bangkai dari binatang yang darahnya tidak mengalir seperti lebah, lalat, semut dan sebagainya. Walaupun demikian ketidak najisan dari binatang tersebut tidak menunjukkan halalnya untuk dikonsumsi tetapi hanya apabila terkena atau tercampur dengan benda cair, maka cairan tersebut tidak menjadi najis. Sedangkan sebagian dari bangkai seperti, tanduk, gigi, kulit dan kuku sebagian ulama menganggap itu semua najis kecuali kulit jika disamak. Tetapi pendapat yang kuat adalah bahwa itu semua tidak najis. Larangan memanfaatkannya apabila dikonsumsi. Wallahu a’lam


b. Darah

Darah yang masuk katagori najis adalah darah yang mengalir seperti darah dari binatang yang disembelih dan lainnya. Adapun darah yang tidak mengalir seperti darah yang melekat pada daging atau sedikit dari darah haid, maka hal itu tidak najis dan dimaafkan. Begitu juga darah dari kutu dan kuman atau dari bisul dimaaafkan jika sedikit. Sedangkan nanah sebagian ulama menganggap tidak najis karena yang disebutkan dalam ayat adalah darah bukan nanah, tetapi penulis menganggap nanah juga termasuk katagori najis, karena nanah merupakan darah yang membusuk dan sepatutnya kaum muslimin menjauhinya. Wallah a’lam


c. Daging Babi

Kenajisan daging babi dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmannya surat Al-An’am ayat 145 :

” Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".


Yang harus dipahami adalah ketika Allah SWT menyebutkan daging babi bukan berarti selainnya diperbolehkan, tetapi Allah SWT cukup menyebutkan daging sebagai isyarat bahwa semua yang ada pada babi adalah najis dan haram karena daging merupakan sesuatu yang banyak dikonsumsi dan dimanfaatkan dari yang lainnya sehingga sesuatu yang mulia saja diharamkankan dan najis apalagi selainnya.


d. Muntah, air kencing dan kotoran manusia

Ulama sepakat ketiga zat tersebut di atas adalah najis walaupun jika kuantitasnya sedikit dimaafkan begitu juga ada keringanan bagi air kencing bayi yang hanya mengkonsumsi ASI dalam pensuciannya cukup dengan memercikkan air pada daerah yang terkena air kencingnya.

Dengan kata lain segala sesuatu yang bersumber dari perut adalah najis, baik keluar melalui mulut, qubul ataupun dubur, dan dimaafkan ketika kuantitasnya sedikit atau dalam kondisi yang sulit untuk menghindarinya (umumulbalwa).


e. Wadi dan Madzi

Wadi adalah cairan bening agak sedikit kental yang keluar akibat kelelahan. Biasanya cairan ini keluar setelah air kencing walaupun tidak selalu seperti itu. Sedangkan Madzi, pada hakikatnya hampir sama dengan wadi, yaitu cairan bening agak sedikit kental yang faktor penyebabnya adalah adanya rangsangan seksual seperti berfikir atau membayangkan hubungan sexual dan lain-lain. Terkadang seseorang tidak menyadari kalau ia mengeluarkan madzi tetapi hal itu adalah najis. Setiap laki-laki dan perempuan mengalami itu walaupun perempuan lebih banyak. Madzi yang mengenai badan harus dibasuh, sedangkan jika mengenai pakaian cukup dengan memercikkan air pada bagian yang terkena saja karena madzi ini jenis najis yang sulit dihindari dan sebagian besar dialami oleh remaja dan pemuda terutama yang masih belum menikah sehingga lebih utama mendapat keringanan dari air kencing bayi.


f. Air Kencing dan Kotoran Binatang

Pada pembahasan ini perlu dipahami bahwa secara umum binatang terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Binatang yang dagingnya halal dikonsumsi

2. Binatang yang dagingnya haram dikonsumsi


Dari sinilah para ulama tidak satu pendapat mensikapi hal itu. Untuk Binatang yang dagingnya tidak halal dikonsumsi para ulama sepakat akan kenajisan air kencing dan kotorannya. Hal itu didasarkan pada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud ra, beliau menjelaskan :”Satu ketika Rosulullah SAW buang hajat dan beliau memerintahkan aku untuk mencari tiga batu, aku hanya mendapatkan dua batu dan berusaha mencari yang ketiga dan tetap tidak menemukan, lalu aku berinisiatif mengambil kotoran binatang yang dagingnya haram dikonsumsi yang sudah mengeras dan menghadirkannya pada Rosulullah, kemudian beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran binatang tadi seraya berkata:”Ini adalah kotor/najis” (HR: Bukhori, Ibnu Majah dan Ibnu Huzaimah).

Sedangkan kotoran binatang yang halal dikonsumsi dagingnya sebagian ulama menganggap hal itu suci dan tidak najis .Diantara yang berpendapat seperti itu adalah Imam Ahmad dan sebagian ulama dari Madzhab Syafi’i. Yang menjadi landasan hukum dari hal ini adalah hadits tentang kaum Urainah dimana Rosulullah SAW memerintahkan mereka untuk meminum susu dan air kencing onta untuk mengobati penyakit yang mereka derita. Seandainya air kencing onta itu najis, Rosulullah tidak akan memerintahkan mereka meminumnya sehingga hadits ini menjadi dalil akan kesucian air kencing dan kotoran onta dan seluruh binatang yang halal dagingnya melalui qiyas.


g. Jallalah

Yang dimaksud dengan jallalah adalah binatang yang mengkonsumsi kotoran sehingga mempengaruhi bau dagingnya. Kenajisan jallalah didasarkan pada sebuah Riwayat dari Rosulullah SAW, dimana beliau melarang jallalah, melarang dari mengendarinya, meminum susunya dan memakan dagingnya. Perlu dipahami bahwa jenis binatang yang masuk katagori jallalah adalah yang mengkonsumsi murni kotoran dan berpengaruh pada baunya sedangkan jika pakan yang dikonsumsi beragam dan bercampur dengan bukan kotoran, maka hal itu tidak termasuk katagori dalam larangan Rosulullah SAW, karena faktor yang menjadi larangan sudah hilang.


h.Khomr

Khomr menurut asal bahasa adalah Minuman yang memabukkan yang dibuat dari anggur atau kurma. Kemudian makna tersebut berkembang menjadi minuman yang memabukkan baik dibuat dari anggur , kurma ataupun yang lainnya. Yang terakhir inilah yang kemudian dipakai dalam istilah. Hal itu didasarkan pada sabda Rosulullah SAW :”Setiap yang memabukkan adalah Khomr dan setiap khomr haram hukumnya” (HR: Muslim)

Jumhur ulama mengkatagorikan khomr dalam katagori najis disamping haram dikonsumsi. Hal itu didasarkan pada firman Allah SWT :


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. 5:90)


Sebagian ulama menganggap sekalipun khomr haram dikonsumsi tetapi ia tidak masuk katagori najis, karena kata Rijs dalam ayat menunjukkan pengertian najis secara Ma’nawii (makna bahasa saja) bukan secara Hissai (nampak/dzatnya), karena hakikatnya asal setiap sesuatu itu suci sampai ada dalil yang menunjukkan akan kenajisannya. Keharaman sesuatu tidak serta merta menunjukkan akan kenajisannya walaupun setiap yang najis haram untuk dikonsumsi. Seperti haramnya laki-laki memakai sutera dan perhiasan emas tetapi keduanya tidak najis.


Hukum Alkohol

Secara umum harus kita pahami antara khomr dengan alcohol. Seringkali kebanyakan kita tidak membedakan antara keduanya dan menganggap sama padahal sebenarnya berbeda. Kalaupun khomr itu mengandung alcohol tetapi keharaman khomr bukan semata-mata karena mengandung alkkohol tetapi karena memabukkan, karena ada sebagian buah dan makanan yang mengandung alcohol tetapi tidak diharamkan karena ia tidak memabukkan seperti buah durian dan tape misalnya. Disamping harus dipahami bahwa alcohol terdiri dari berbagai jenis yang secara garis besar terdiri dari dua yaitu etanol dan mitanol. Jenis etanol ini yang biasa digunakan untuk khomr disamping memang tujuan pembuatannya untuk memabukkan sedangkan yang jenis methanol biasa digunakan untuk mempercepat senyawa antara satu zat dengan lainnya seperti biasa digunakan untuk obat batuk ataupun farfum. Dengan demikian hokum asal alcohol adalah suci seperti juga khomr. Yang menjadikan alcohol najis adalah apabila bahan baku pembuatan alcohol itu bersumber dari yang najis tetapi jika bukan, maka kembali kehukum asal, yaitu suci. Wallahu a’lam.



[1] Para ulama berbeda redaksi dalam mendefiniskan toharoh, tetapi kesimpulannya seperti dijelaskan diatas.

[1] Imam Az-Zuhri berkata tentang tulang bangkai seperti gajah dan lainnya:”aku mendapatkan ulama salaf menggunakan sisir dari gading/tulang bangkai dan mereka mengangap hal itu tidak mengapa .(HR : Bukhori). Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata:”Rosulullah pernah bersedekah seekor kambing kepada bekas budak maimunah, lalu kambing itu mati. Kemudian Rosulullah SAW bertemu dengannya dan berkata:”Kenapa tidak Kalian ambil kulitnya dan disamak sehingga kalian dapat memanfaatkannya?” Mereka berkata:Itu adalah bangkai”. Rosulullah SAW berkata:”Yang diharamkan adalah memakannya” (HR: Bukhori, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah. Pada Riwayat Bukhori dan Nasai tidak disebutkan disamak). Dari Ibnu Abbas ra ketika beliau membaca surat Al-an’am :145 beliau berkata:”Sesengguhnya yang diharamkan untuk dikonsumsi adalah dagingnya, adapun kulit, gigi dan tulang hal itu halal” (HR: Ibnu Mundzir dan Ibnu Hatim). Lihat fiqqussunnah karangan Sayid Sabiq.


[1] Imam Ibnu Taimiyah berkata:”Tidak ada satu orang sahabat pun yang berpendapat tentang kenajisannya, bahkan jika ada yang berpendapat kalau hal itu najis, maka pendapat tersebut adalah bid’ah/baru yang tidak ada generasi saalaf dari sahabat yang berpendapat seperti itu.

Ibnul Mundzir berkata:”Siapa yang mengatakan kalau hal itu dikhususkan bagi kaum urainah saja, sungguh dia telah salah karena kekhususan sesuatu kejadian harus didasarkan pada dalil. Diamnya para ulama dan tidak adanya pengingkaran terhadap Jual beli kotoran kambing dan metode pengobatan dengan air kencing onta dahulu dan sekarang menunjukkan akan kesuciannya.

Imam As-Syaukani berkata:”Yang jelas berdasarkan dalil dan hukum asal menunjukkan kesucian air kencing dan koran binatang yang halal dagingnya. Sedangkan menentukan kenajisan sesuatu haruis didasarkan pada dalil dan tidak ditemukan dalil yang menunjukkan kenajisannya bahkan sebaliknya.


[1] HR: Abu Daud, Tirmidzi , Nasai, Ahmad. Imam Tirmidzi Mensohihkannya. Syeikh AL-Albani Mensohihkannya dalam Irwa Ghalil.

[1] Berikut ini nukilan dari kitab “فتاوى يسألونك” karangan Syeikh Hisamuddin Affanah, berikut nukilannnya

Pertanyaan :Farfum atau obat-obatan yang mengandung alcohol. Apa hukum mengunakannnya?

Tidak mengapa menggunakan farfum dan obat-obatan yang mengandung alcohol karena barang-barang tersebut dibuat bukan untuk memabukkan (digunakan untuk mabuk). Demikian juga pada dasarnya bercampurnya sesuatu dengan khomr tanpa adanya efek memabukkan tidak serta merta menjadikannya haram, karena ketika tidak ada efek memabukkan, maka tidak ada status hukum karena ilat hokum itulah yang menjadikannya haram. Jika ilat hukumnya tidak ada, maka status hukumnya pun hilang disamping kandungan alcohol yang terdapat pada farfum dan obat-obatan tidak memabukkan karenanya tidak bisa kita katakan hal itu sama dengan hokum khomr. Dan seperti kita ketahui obat-obatan yang mengandung alcohol dengan komposisi yang benar dan tepat tidak menyebabkan mabuk, karenanya tidak mengapa menggunakannya. (Jilid :2 hal:167)

Masuknya Najis dalam berbagai produk industri:

Pertanyaan : Banyaknya produk obat-obatan dan anti septic (pembersih) seperti sabun, sampo yang komposisi produknya mengandung unsur atau bagian dari bangkai atau babi atau alcohol. Apa hokum menggunakaannya ?

Jawaban :

Tidak diragukan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia industri sedikit banyak membawa berbagai problem dan masalah bagi masyarakat, khususnya informasi tentang komposisi produk yang dikonsumsi kaum muslimin seperti obat-obatan, makanan dan minuman dengan berbagai kemasan. Yang lebih menyulitkan lagi dalam hal ini adalah komposisi produk tersebut–walaupun ditulis dalam kemasan- kebanyakan merupakan istilah ilmiah khusus yang tidak banyak diketahui masyarakat, karenanya hal ini menjadi sulit khususnya bagi kaum masyarakat muslim lebih-lebih produk tersebut berasal dari produk import.

Berkaitan dengan fenomena tersebut sudah selayaknya bagi kaum muslimin untuk meneliti dan mengetahui dari bahan apa saja produk yang digunakannya atau bertanya pada ahlinya semaksimal mungkin dan tidak boleh mengambil kesimpulan umum tentang keharamannya tanpa meneliti dan mengeceknya karena hokum asal segala sesuatu adalah boleh. Allah SWT berfirman:Luqman : 20. Allah juga berfirman : 2:29

Dalam sebuah hadits, dari Abu Darda ra ; Rosulullah SAW bersabda :Apa saja yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya adalah halal dan apa saja yang diharamkan-Nya , maka ia adalah haram. Adapun yang tidak dijelaskan itu merupakan anugerah (rukhsah), karenanya terimalah karena sesungguhnya Allah tidak pernah lalai atau lupa sedikitpun. Lalu Rosulullah SAW membacakan ayat :Dan Sekali-kali Tuhanmu itu tidak lupa /luput akan sesuatu. (HR: Al-Hakim yang disahihkan oleh beliau dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi. Imam Al-AlBani menghasankannya).(jilid :2 hal:234)

Begitu juga kaum muslimin dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang syubhat semaksimal mungkin. Jika hal itu sudah jelas maka kita kembali pada pokok pertanyaan. Kita katakana bahwa sesungguhnya Islam mengharamkan bangkai dan memanfaatkannya. Begitu juga Islam mengharamkan babi dan memanfaatkannya. Hal itu mencakup berbagai aspek baik makanan ataupun minuman.

Adapun khomr maka secara dzat dia haram tetapi bukan najis karena tidak ditemukan dalil tentang kenajisannya. Tidak semua yang diharamkan itu najis. Sutera misalnya, ia diharamkan bagi laki-laki tetapi tidak najis. Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa bahan-bahan yang diharamkan tetap pada keharamannya selama masih dalam kondisi asal dan belum berubah baik zat ataupun sifatnya. Tetapi jika berubah zat dan sifat-sifatnya, maka hukumnya pun berubah. Hal ini yang disebut di kalangan ahli fikih dengan istilah istihalah , yaitu berubahnya sesuatu dari zat dan sifat asalnya.






Tidak ada komentar: