Rabu, 17 Februari 2010

Asuransi dalam pandangan Islam 1


Asuransi

Di antara bentuk mu'amalah (akad transaksi) baru yang berkembang dewasaini adalah asuransi. Hal itu ada yang berhubungan dengan masalah hidup, yang dinamakan asuransi jiwa dan ada pula asuransi sebagai jaminan kalau terjadi kecelakaan. Bagaimanakah hal tersebut dalam pandangan Islam? Apakah dibenarkan?
Sebelum kita bahas lebih lanjut pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih dahulu harus diperjelas inti dari perusahaan ini. Apa yang dimaksud dengan asuransi jiwa? Dan bagaimana hubungannya antara yang menjadi anggota asuransi itu dengan pihak perusahaan? Atau dengan kata lain: Apakah anggota asuransi itu penuh sebagai anggota syirkah bagi perusahaan tersebut? Kalau benar demikian, setiap anggota syirkah (anggota asuransi) harus tunduk (bersekutu) terhadap keuntungan dan kerugian yang diperoleh dan diderita oleh perusahaan tersebut, menurut ketentuan ajaran Islam.
Dalam asuransi kecelakaan misalnya, seorang anggota membayar sejumlah uang (x rupiah misalnya) setiap tahun. Apabila dia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu hilang (perdagangan, perusahaan, kapal ataupun lainnya), sedang si pemilik perusahaan akan menguasai sejumlah uang tersebut dan sedikitpun tidak mengembalikan kepada anggota asuransi itu. Tetapi jika terjadi suatu kecelakaan, maka perusahaan akan membayar sejumlah uang yang telah disetujui bersama.
Usaha semacam ini samasekali jauh dari watak perdagangan dan solidaritas berserikat.
Dalam asuransi jiwa, apabila anggota asuransi itu membayar sejumlah uang $2,000.00 misalnya pada periode pertama kemudian mendadak meninggal dunia, maka dia akan mendapat pengembalian sejumlah uang tersebut dengan penuh, tidak kurang satu sen pun. Tetapi kalau dia itu bersyirkah dalam berdagangan, maka dia akan memperoleh kembalian uang sejumlah uang yang disetor pada periode itu ditambah dengan keuntungannya.
Kemudian apabila dia berkhianat kepada perusahaan dan tidak bisa lagi membayar untuk periode-periode berikutnya sedang dia sudah pernah membayar sebatiagiannya, maka sejumlah uangnya yang disetor itu atau sebagian besarnya akan hilang.
Hal Ini paling tidak dapat dikatakan: suatu perjanjian yang rusak dan batil. Adapun alasan karena antara kedua belah pihak sudah ada saling kerelaan dan keduanya sudah saling mengetahui kemanfaatannya tidak berarti sama sekali. Sebab antara pemakaian riba dan yang memberinya makan juga sudah ada saling merelakan begitu juga kedua pemain judi sudah merelakan. Namun toh karena kerelaannya itu tidak dianggap sebagai alasan halalnya perbuatan tersebut, selama mu'amalah ini tidak menegakkan prinsip-prinsip keadilan dengan tegas yang tidak dicampuri tipuan dan kezaliman serta perampasan oleh satu pihak terhadap pihak lain sedang keadilan dan tidak saling membahayakan adalah asas dalam muamalah.


Apakah Asuransi dapat Digolongkan Yayasan Dana Bantuan?

Apabila kita belum mendapat kejelasan dari segi manapun, bahwa hubungannya antara anggota asuransi dan perusahaan sebagai hubungan antara anggota syirkah dengan anggota lainnya, maka apa watak hubungan antara keduanya itu sekarang? Apakah hubungan setia kawan? Kalau benar demikian, maka lembaga ini adalah termasuk lembaga sosial yang ditegakkan berdasarkan saham dari orang-orang yang ingin menyumbangkan sejumlah uangnya dengan tujuan saling mengadakan bantuan satu sama lain. Namun agar di situ terdapat kerjasama yang baik antara seluruh anggota, guna memberikan pertolongan kepada pihak-pihak yang sedang dilanda suatu musibah, maka uang yang dikumpulkan demi terwujudnya cita-cita yang dimaksud, diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Setiap anggota yang menyetorkan uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambillah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
2. Apabila uang itu akan diputar, maka harus dijalankan menurut aturan syara'.
3. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya dia mendapat imbalan yang berlipat apabila terkena suatu musibah. Akan tetapi dia diberi dari uang jama'ah sebagai ganti atas kerugiannya itu atau sebagainya menurut izin yang diberikan oleh jama'ah.
4. Sumbangan (tabarru') sama dengan hibah (pemberian). Oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi suatu peristiwa, maka harus diselesaikan menurut aturan syara'.

Syarat-syarat ini tidak akan berlaku kecuali sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian koperasi dan lembaga-lembaga sosial yang kini biasa di kalangan kita, yaitu seseorang membayar tiap bulan dengan niat tabarru' (donatur); dia tidak boleh menarik kembali uangnya itu, dan tidak ditentukan jumlah bantuannya jika terjadi suatu musibah.
Adapun asuransi lebih-lebih asuransi jiwa, persyaratan ini samasekali tidak dapat diterapkan. Sebab:
1. Semua anggota asuransi tidak membayarkan uangnya itu dengan maksud tabarru', bahkan niat ini sedikitpun tidak terlintas padanya.
2. Badan asuransi memutar uangnya dengan jalan riba, sedang setiap muslim tidak dibenarkan bersyirkah dalam pekerjaan riba. Dan ini justru telah disetujui bersama oleh orang-orang yang memperketat maupun oleh orang-orang yang memperingan persoalan ini.
3. Anggota asuransi mengambil dari perusahaan --apabila telah habis waktu yang ditentukan-- sejumlah uang yang telah disetor dan sejumlah tambahan, apakah ini bukan berarti riba?!
Permasalahannya berbeda antara asuransi dengan bantuan sosial, yaitu bahwa asuransi memberi kepada orang kaya lebih banyak daripada kepada orang yang tidak mampu, sebab orang yang mampu membayar asuransi sejumlah uang yang lebih banyak, maka ketika ia mati karena suatu musibah, akan mendapat bagian yang lebih besar pula. Sedang bantuan sosial, adalah memberi kepada orang yang tidak mampu lebih banyak daripada lainnya.
4. Barangsiapa hendak menarik kembali uangnya itu, maka dia akan dikenakan kerugian yang cukup besar. Sedang pengurangan ini samasekali tidak dapat dibenarkan dalam pandangan syariat Islam .

Apakah Asuransi sesuai dengan Islam ?
Asuransi kecelakaan menurut pendapat saya dapat berjalan sesuai dengan Islam, yaitu dalam bentuk sumbangan berimbal , misalnya seorang anggota asuransi membayar uang kepada perusahaan dengan syarat dia akan diberi imbalan sejumlah uang karena ditimpa suatu musibah, sebagai bantuan untuk meringankan penderitaannya itu.
Bentuk asuransi seperti ini dibenarkan dalam pandangan sebagian madzhab Islam. Jika asuransi dapat berjalan seperti tersebut, dan perusahaan yang menjalankannya itu sama sekali bersih dari perbuatan riba, maka dapat diakatakan boleh
Adapun asuransi jiwa menurut bentuknya yang ada sekarang seperti tersebut di atas, menurut pendapat saya samasekali jauh dari tuntunan syariat Islam. Wallahu a’lam

Senin, 08 Februari 2010

MERASA DIRI PALING MERANA

MERASA DIRI PALING MERANA
By : Bobby Herwibowo

Saat itu saya tengah berada di kota Jeddah, Saudi Arabia. Terpapar dihadapan saya sebuah koran berbahasa Arab di lobby hotel. Tergerak saya melihat berita dan artikel yang tertulis di sana, hingga saya temukan sebuah tulisan yang amat bermanfaat ini.

Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra'fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra'fat mengalami penyakit di atas.

Ra'fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra'fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra'fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou, China. Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra'fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra'fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.
"50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil
mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!" jelas sang dokter.

Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra'fat berkata, "Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal." Ra'fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, "Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda."

Bagi Ra'fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra'fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra'fat berkata, "Maafkan aku, Ra'fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa... Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur..."

Itulah yang disampaikan Ra'fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra'fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra'fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, "Ya Allah.... rupanya keluarga yang mencintai aku.... harta banyak yang aku miliki... perusahaan besar yang aku punya....
semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari
penyakit ini! Semuanya tak ada guna... semuanya sia-sia!"

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra'fat bertambah lemah. Ia hanya mampu
perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil
berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya
adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan
tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra'fat dan supirnya yang
berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat
dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial
yang tak akan terlupakan untuk Ra'fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra'fat melihat ada seorang wanita
berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam)
tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah
karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita
tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung.
Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang
masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra'fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama.
Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra'fat tentang apa yang sedang dilakukan
wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra'fat
memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk
menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra'fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang
wanita. Entah apa yang membuat Ra'fat menjadi penasaran. Keingintahuannya
membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan
tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra'fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut
namun salamnya tiada terjawab. Ra'fat pun bertanya kepada wanita tersebut
dengan suara lemah, "Ibu..., apa yang sedang kau lakukan?"

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak
peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi
hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil
daging wanita itu berkata, "Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun
langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak
makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati
daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan
membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan
memasakkan sup daging yang lezat buat mereka...."

Subhanallah. ...! bergetar hebat relung batin Ra'fat saat mendengar penuturan
kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada
manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra'fat melangkah ke arah
toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada
petugas toko, "Pak..., tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg
daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!"

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra'fat membuat wanita tadi menghentikan
kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra'fat.
Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra'fat seolah ia berterima kasih
lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra'fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun
berkata, "Pak..., tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak
cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun
penuh!" Serta-merta Ra'fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal
Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra'fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah
langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil
mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

"Allahumma ya Allah... berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki.
Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di
dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada
para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia
kesehatan lahir dan batin.....dst"

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu
terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas
doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra'fat. Ia mulai
merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan
sebelumnya. Hampir saja Ra'fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan
indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah
buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra'fat pantang
menangis..., apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra'fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap
dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya,
keajaiban yang ditambah saat Ra'fat membuka dan menutup pintu mobil dengan
gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra'fat. Sepanjang jalan
di atas kendaraan Ra'fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan
oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi
indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra'fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan
meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab
sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra'fat, sang kerabat berkata,
"Ra'fat..., janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu
ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit."

Awalnya Ra'fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya
untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi
saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa
anaknya kembali datang ke China. Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi
sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun
dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter
pun bertanya keheranan kepada Ra'fat dan keluarga:

"Aneh....! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra'fat rusak parah dan
harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver
ini menjadi sempurna lagi?!"

Kalimat dokter itu membuat Ra'fat dan keluarga menjadi bahagia.
Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari
mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra'fat dari
penyakit dengan
begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia
pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih
dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak
mutiara!


Cahaya Langit,
Bobby Herwibow

Akhir Sebuah Perjalanan

Akhir Sebuah Perjalanan

Ada nyeri yang tertera di hati. Ada gamang yang mengguncang-guncang perasaan. Sekali lagi, sebuah peristiwa menghentak jiwa. Dan membuat saya bertanya-tanya: Kira-kira seperti apa akhir perjalanan hidup saya? Entahlah, saya tidak tahu dan yakin sepenuhnya bahwa saya tak akan pernah tahu. Mungkin dengan cara yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya, atau mungkin dengan cara yang jusutru selalu saya bayangankan sebelumnya.

Sebagaimana tak pernah terlintas dalam benak saya, beliau akan mengalami kejadian tersebut dan meninggal karenanya. Senin sore itu menjelang maghrib, menerima sms dari seorang kawan. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, Ibu Agus Haryanto meninggal karena perampokan. Besok kita melayat jam 8. Begitu bunyinya.

Sungguh, rasanya tak percaya sewaktu saya membacanya. Tapi, sms itu memang benar adanya. Berita di TV dan di radio yang saya dengar kemudian menegaskan kebenaran peristiwa tersebut. Tanpa dapat dicegah, peristiwa perampokan itu membayang dan terlintas-lintas di benak saya. Membawa kengerian (membayangkan luka bacokan di leher dan tangan), membawa rasa kasihan (membayangkan keluarga dan anak-anaknya yang baru mulai beranjak dewasa, bahkan anak perempuannya satu-satunya (tiga putra lainnya laki-laki) baru saja menikah). Bagaimana rasanya jika saya yang mengalaminya?

Tapi kematian memang tidak memilih cara, usia dan status. Ia bisa menimpa siapa saja, usia berapa pun dan dengan cara yang bagaimanapun. Pula, usia, status dan cara itu bukanlah MASALAH. It’s not the matter, it’s not the point how does somebody die. Yang menjadi masalah adalah dalam kondisi bagaimana kita ketika meninggal. Dan meninggalnya Ibu Agus Haryanto di tangan perampok memberi pelajaran yang dalam bagi saya.

Wanita paro baya ini dikenal ramah, energik, baik pada semua orang tapi juga sekaligus seorang aktifis yang tegas. Saya tidak mengenal beliau secara dekat. Hubungan kami hanyalah hubungan antara saya sebagai salah satu aktifis Forum Silaturahmi Muslim Departemen Keuangan dan beliau adalah seorang anggota pimpinan Dharmawanita Departeman Keuangan, yang kebetulan sama-sama memiliki konsern tinggi terhadap dunia anak-anak dan wanita/karyawati, juga keluarga. Kesamaan konsern inilah yang membuat kami sering mengadakan kerjasama, diantaranya adalah mengadakan seminar tentang keluarga dan anak serta mengadakan perlombaan bagi karyawan/karyawati departemen keuangan dan keluarganya dalam rangka Memperingati Hari Anak Nasional.

Selain itu, selama lebih dari dua tahun terakhir, kami terlibat dalam kerjasama membangun Tempat Penitipan Anak (Child Care Center) di Departemen Keuangan sebagai upaya pemberian fasilitas bagi ibu-ibu bekerja agar dapat menyempurnakan pemberian ASI kepada bayi. Proses ini sudah memakan waktu sedemikian lama, dan nyaris rampung berkat dukungan dan andil besar dari Ibu Agus. Bahkan, sedemikian lamanya hingga saya bahkan telah mengundurkan diri dari Tim. Tapi selama itu beliau tak kehilangan stamina. Saat kami lemah karena hambatan yang sedemikian banyak dan membuat proyek ini nyaris mustahil, beliaulah yang ‘memarahi’ dan menyemangati bahwa proyek harus terus berjalan, apapun hambatananya. Entahlah, setelah beliau tiada, saya tidak tahu akan bagaimana kelanjutan proyek ini. Sebagaimana saya juga tidak tahu, entah ada berapa banyak rencana dan proyek lain yang sedang beliau kerjakan saat ajal menjemput.

Kematian telah menjadi garis pembatas, yang menghentikan semua yang beliau lakukan. Tapi, sekali lagi, itu semua tak menjadi soal. Karena Allah telah menjanjikan pahala bagi sebuah usaha, sebuah proses, bukan hasil. Selama sebuah aktifitas merupakan amal shaleh yang dilandasi keikhlasan, maka pahala tetap ditangan meskipun kematian menghentikan upaya itu. Apalagi jika saat meninggal, yang bersangkutan berada dalam kondisi terbaik.

Dan demikianlah saya harapkan pada Ibu Agus Haryanto. Saat peristiwa perampokan itu terjadi, beliau dalam kondisi sedang berpuasa senin kamis. Beliau meninggal dalam situasi memepertahankan amanah yang dia pegang: Uang milik Dharma Wanita Departemen Keuangan. Betapa manisnya, betapa indahnya, meskipun ajal menjemput lewat tangan perampok bengis. Berbahagialah mereka, orang-orang yang menemui ajal dalam kondisi terbaik. Semoga beliau termasuk dalam kategori mati syahid, begitu ungkap Bp Mar’I Muhammad dalam pidato pengantar pemberangkatan jenazah. Selamat jalan, Ibu! Selamat jalan sahabat, selamat jalan mujahidah!

Dan, tiba-tiba saja saya ingin mengubah doa dan permohonan saya yang saya titipkan kepada dua sahabat saya yang akan berangkat menunaikan ibadah haji akhir bulan ini.

Kawan, tidak, jangan mintakan saya karir yang sukses, rizki yang baik, jodoh yang sholeh ataupun kesuksesan duniawi lainya. Biar, biar Allah saja yang menentukan itu bagi saya, seperti apapun. Saya hanya minta mohonkan satu saja: Agar saya kuat, tegar dan benar menjalani semua takdirNya, hingga ketika saya tiba pada batas waktu usia saya, saya dapat mengakhirinya dengan baik, dengan manis, dengan indah. (Sungguh, saya takut ajal itu menjemput saat saya sedang berkeluh kesah, berputus asa terhadap rahmatNya. Sungguh, saya takut batas akhir kehidupan saya tiba saat saya sedang bermaksiat kepadaNya. Sungguh saya khawatir, ketika waktu telah ditutupkan atas saya, diri saya tengah bergumul dengan kesia-siaan. Sungguh, saya khawatir, saat saya meninggal, hati saya tengah diliputi kecewa, kemarahan atau kebencian).

Kawan, tolong mohonkan itu pada Tuhan! Tuhan, mohon kabulkan doaku!

(@azi, sekedar ucapan selamat jalan untuk Ibu Agus Haryanto: cukuplah kematianmu menjadi pelajaran bagi kami, manusia yang ditinggalkan)

sumber : kafemuslimah.com

Selasa, 02 Februari 2010

Akibat Gempa 20 Persen Kiblat Masjid di Indonesia Bergeser


Akibat Gempa
20 Persen Kiblat Masjid di Indonesia Bergeser
Laporan wartawan KOMPAS Imam Prihadiyoko
Kamis, 28 Januari 2010 | 09:46 WIB

Shutterstock
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementeriaan Agama Dr Rohadi Abdul Fatah menyatakan, sekitar 20 persen dari 763.000 masjid di Indonesia tidak mengarah ke kiblat. Perubahan arah tersebut terjadi akibat gempa bumi sehingga menimbulkan pergeseran tanah.

Demikian siaran pers yang diterima Kompas dari Media Center Kementerian Agama di Jakarta, Kamis (28/1/2010).
Pandangan ini disampaikan untuk membantah pendapat yang dilontarkan Direktur Lembaga Rukyatul Hilal Indonesia Mutoha Arkanuddin pada seminar tentang verifikasi arah kiblat untuk kemaslahatan umat Islam yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta, beberapa waktu lalu. Ketika itu, Mutoha antara lain mengungkapkan bahwa ada 80 persen masjid di Indonesia dan kuburan muslim belum mengarah ke kiblat dengan benar.

Rohadi mengungkapkan, pergeseran arah masjid hanya terjadi di masjid-masjid yang berlokasi di daerah gempa, seperti Yogyakarta, Tasikmalaya, dan Sumatera Barat. Pergeseran itu pun maksimal 20 derajat.

Itu sebabnya, Rohadi mengimbau semua pengurus masjid apabila mengetahui kalau masjid yang diigunakan bergeser agar cukup dibetulkan arahnya safnya saja dan tidak harus membongkar semua bangunan.

Untuk meluruskan masalah kiblat ini, kata Rohadi, Kementerian Agama telah membentuk sebuah tim yang siap turun ke daerah-daerah untuk mengukur kembali arah kiblat itu. Tim pengukuran arah kiblat ini gratis. Adapun peralatan yang digunakan adalah teodolit, GPS, dan kompas serta paling utama pengamatan terhadap Matahari.

Untuk mengukur arah kiblat dengan Matahari, menurut Rohadi, masyarakat pun bisa melakukannya pada 28 Mei pukul 16.18 dan 16 Juni pukul 16.27 dengan menancapkan sebilah bambu. Saat itu, posisi Matahari persis di atas Kabah, maka arah bayangan bambu itu adalah posisi kiblat dari tempat tersebut.
http://nasional.kompas.com