Rabu, 17 Februari 2010

Asuransi dalam pandangan Islam 1


Asuransi

Di antara bentuk mu'amalah (akad transaksi) baru yang berkembang dewasaini adalah asuransi. Hal itu ada yang berhubungan dengan masalah hidup, yang dinamakan asuransi jiwa dan ada pula asuransi sebagai jaminan kalau terjadi kecelakaan. Bagaimanakah hal tersebut dalam pandangan Islam? Apakah dibenarkan?
Sebelum kita bahas lebih lanjut pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih dahulu harus diperjelas inti dari perusahaan ini. Apa yang dimaksud dengan asuransi jiwa? Dan bagaimana hubungannya antara yang menjadi anggota asuransi itu dengan pihak perusahaan? Atau dengan kata lain: Apakah anggota asuransi itu penuh sebagai anggota syirkah bagi perusahaan tersebut? Kalau benar demikian, setiap anggota syirkah (anggota asuransi) harus tunduk (bersekutu) terhadap keuntungan dan kerugian yang diperoleh dan diderita oleh perusahaan tersebut, menurut ketentuan ajaran Islam.
Dalam asuransi kecelakaan misalnya, seorang anggota membayar sejumlah uang (x rupiah misalnya) setiap tahun. Apabila dia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu hilang (perdagangan, perusahaan, kapal ataupun lainnya), sedang si pemilik perusahaan akan menguasai sejumlah uang tersebut dan sedikitpun tidak mengembalikan kepada anggota asuransi itu. Tetapi jika terjadi suatu kecelakaan, maka perusahaan akan membayar sejumlah uang yang telah disetujui bersama.
Usaha semacam ini samasekali jauh dari watak perdagangan dan solidaritas berserikat.
Dalam asuransi jiwa, apabila anggota asuransi itu membayar sejumlah uang $2,000.00 misalnya pada periode pertama kemudian mendadak meninggal dunia, maka dia akan mendapat pengembalian sejumlah uang tersebut dengan penuh, tidak kurang satu sen pun. Tetapi kalau dia itu bersyirkah dalam berdagangan, maka dia akan memperoleh kembalian uang sejumlah uang yang disetor pada periode itu ditambah dengan keuntungannya.
Kemudian apabila dia berkhianat kepada perusahaan dan tidak bisa lagi membayar untuk periode-periode berikutnya sedang dia sudah pernah membayar sebatiagiannya, maka sejumlah uangnya yang disetor itu atau sebagian besarnya akan hilang.
Hal Ini paling tidak dapat dikatakan: suatu perjanjian yang rusak dan batil. Adapun alasan karena antara kedua belah pihak sudah ada saling kerelaan dan keduanya sudah saling mengetahui kemanfaatannya tidak berarti sama sekali. Sebab antara pemakaian riba dan yang memberinya makan juga sudah ada saling merelakan begitu juga kedua pemain judi sudah merelakan. Namun toh karena kerelaannya itu tidak dianggap sebagai alasan halalnya perbuatan tersebut, selama mu'amalah ini tidak menegakkan prinsip-prinsip keadilan dengan tegas yang tidak dicampuri tipuan dan kezaliman serta perampasan oleh satu pihak terhadap pihak lain sedang keadilan dan tidak saling membahayakan adalah asas dalam muamalah.


Apakah Asuransi dapat Digolongkan Yayasan Dana Bantuan?

Apabila kita belum mendapat kejelasan dari segi manapun, bahwa hubungannya antara anggota asuransi dan perusahaan sebagai hubungan antara anggota syirkah dengan anggota lainnya, maka apa watak hubungan antara keduanya itu sekarang? Apakah hubungan setia kawan? Kalau benar demikian, maka lembaga ini adalah termasuk lembaga sosial yang ditegakkan berdasarkan saham dari orang-orang yang ingin menyumbangkan sejumlah uangnya dengan tujuan saling mengadakan bantuan satu sama lain. Namun agar di situ terdapat kerjasama yang baik antara seluruh anggota, guna memberikan pertolongan kepada pihak-pihak yang sedang dilanda suatu musibah, maka uang yang dikumpulkan demi terwujudnya cita-cita yang dimaksud, diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Setiap anggota yang menyetorkan uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambillah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
2. Apabila uang itu akan diputar, maka harus dijalankan menurut aturan syara'.
3. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya dia mendapat imbalan yang berlipat apabila terkena suatu musibah. Akan tetapi dia diberi dari uang jama'ah sebagai ganti atas kerugiannya itu atau sebagainya menurut izin yang diberikan oleh jama'ah.
4. Sumbangan (tabarru') sama dengan hibah (pemberian). Oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi suatu peristiwa, maka harus diselesaikan menurut aturan syara'.

Syarat-syarat ini tidak akan berlaku kecuali sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian koperasi dan lembaga-lembaga sosial yang kini biasa di kalangan kita, yaitu seseorang membayar tiap bulan dengan niat tabarru' (donatur); dia tidak boleh menarik kembali uangnya itu, dan tidak ditentukan jumlah bantuannya jika terjadi suatu musibah.
Adapun asuransi lebih-lebih asuransi jiwa, persyaratan ini samasekali tidak dapat diterapkan. Sebab:
1. Semua anggota asuransi tidak membayarkan uangnya itu dengan maksud tabarru', bahkan niat ini sedikitpun tidak terlintas padanya.
2. Badan asuransi memutar uangnya dengan jalan riba, sedang setiap muslim tidak dibenarkan bersyirkah dalam pekerjaan riba. Dan ini justru telah disetujui bersama oleh orang-orang yang memperketat maupun oleh orang-orang yang memperingan persoalan ini.
3. Anggota asuransi mengambil dari perusahaan --apabila telah habis waktu yang ditentukan-- sejumlah uang yang telah disetor dan sejumlah tambahan, apakah ini bukan berarti riba?!
Permasalahannya berbeda antara asuransi dengan bantuan sosial, yaitu bahwa asuransi memberi kepada orang kaya lebih banyak daripada kepada orang yang tidak mampu, sebab orang yang mampu membayar asuransi sejumlah uang yang lebih banyak, maka ketika ia mati karena suatu musibah, akan mendapat bagian yang lebih besar pula. Sedang bantuan sosial, adalah memberi kepada orang yang tidak mampu lebih banyak daripada lainnya.
4. Barangsiapa hendak menarik kembali uangnya itu, maka dia akan dikenakan kerugian yang cukup besar. Sedang pengurangan ini samasekali tidak dapat dibenarkan dalam pandangan syariat Islam .

Apakah Asuransi sesuai dengan Islam ?
Asuransi kecelakaan menurut pendapat saya dapat berjalan sesuai dengan Islam, yaitu dalam bentuk sumbangan berimbal , misalnya seorang anggota asuransi membayar uang kepada perusahaan dengan syarat dia akan diberi imbalan sejumlah uang karena ditimpa suatu musibah, sebagai bantuan untuk meringankan penderitaannya itu.
Bentuk asuransi seperti ini dibenarkan dalam pandangan sebagian madzhab Islam. Jika asuransi dapat berjalan seperti tersebut, dan perusahaan yang menjalankannya itu sama sekali bersih dari perbuatan riba, maka dapat diakatakan boleh
Adapun asuransi jiwa menurut bentuknya yang ada sekarang seperti tersebut di atas, menurut pendapat saya samasekali jauh dari tuntunan syariat Islam. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar: