Senin, 08 Februari 2010

MERASA DIRI PALING MERANA

MERASA DIRI PALING MERANA
By : Bobby Herwibowo

Saat itu saya tengah berada di kota Jeddah, Saudi Arabia. Terpapar dihadapan saya sebuah koran berbahasa Arab di lobby hotel. Tergerak saya melihat berita dan artikel yang tertulis di sana, hingga saya temukan sebuah tulisan yang amat bermanfaat ini.

Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra'fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra'fat mengalami penyakit di atas.

Ra'fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra'fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra'fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou, China. Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra'fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra'fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.
"50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil
mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!" jelas sang dokter.

Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra'fat berkata, "Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal." Ra'fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, "Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda."

Bagi Ra'fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra'fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra'fat berkata, "Maafkan aku, Ra'fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa... Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur..."

Itulah yang disampaikan Ra'fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra'fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra'fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, "Ya Allah.... rupanya keluarga yang mencintai aku.... harta banyak yang aku miliki... perusahaan besar yang aku punya....
semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari
penyakit ini! Semuanya tak ada guna... semuanya sia-sia!"

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra'fat bertambah lemah. Ia hanya mampu
perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil
berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya
adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan
tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra'fat dan supirnya yang
berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat
dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial
yang tak akan terlupakan untuk Ra'fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra'fat melihat ada seorang wanita
berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam)
tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah
karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita
tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung.
Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang
masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra'fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama.
Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra'fat tentang apa yang sedang dilakukan
wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra'fat
memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk
menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra'fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang
wanita. Entah apa yang membuat Ra'fat menjadi penasaran. Keingintahuannya
membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan
tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra'fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut
namun salamnya tiada terjawab. Ra'fat pun bertanya kepada wanita tersebut
dengan suara lemah, "Ibu..., apa yang sedang kau lakukan?"

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak
peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi
hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil
daging wanita itu berkata, "Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun
langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak
makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati
daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan
membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan
memasakkan sup daging yang lezat buat mereka...."

Subhanallah. ...! bergetar hebat relung batin Ra'fat saat mendengar penuturan
kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada
manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra'fat melangkah ke arah
toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada
petugas toko, "Pak..., tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg
daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!"

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra'fat membuat wanita tadi menghentikan
kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra'fat.
Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra'fat seolah ia berterima kasih
lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra'fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun
berkata, "Pak..., tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak
cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun
penuh!" Serta-merta Ra'fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal
Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra'fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah
langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil
mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

"Allahumma ya Allah... berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki.
Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di
dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada
para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia
kesehatan lahir dan batin.....dst"

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu
terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas
doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra'fat. Ia mulai
merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan
sebelumnya. Hampir saja Ra'fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan
indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah
buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra'fat pantang
menangis..., apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra'fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap
dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya,
keajaiban yang ditambah saat Ra'fat membuka dan menutup pintu mobil dengan
gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra'fat. Sepanjang jalan
di atas kendaraan Ra'fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan
oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi
indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra'fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan
meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab
sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra'fat, sang kerabat berkata,
"Ra'fat..., janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu
ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit."

Awalnya Ra'fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya
untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi
saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa
anaknya kembali datang ke China. Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi
sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun
dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter
pun bertanya keheranan kepada Ra'fat dan keluarga:

"Aneh....! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra'fat rusak parah dan
harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver
ini menjadi sempurna lagi?!"

Kalimat dokter itu membuat Ra'fat dan keluarga menjadi bahagia.
Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari
mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra'fat dari
penyakit dengan
begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia
pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih
dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak
mutiara!


Cahaya Langit,
Bobby Herwibow

Tidak ada komentar: